
Garispublik.id - Sekitar 40 mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Lampung (Unila) menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung Dekanat FEB, Senin pagi. Aksi ini dipimpin oleh M. Effan Ananta selaku Gubernur BEM FEB Unila 2025, dan melibatkan berbagai organisasi mahasiswa (ormawa) seperti HMJ se-FEB, HIMAKTA, EBEC, HIMEPA, PILAR, serta KSPM.
Aksi ini digelar sebagai bentuk perlawanan atas berbagai persoalan yang dianggap menghambat hak-hak mahasiswa, mulai dari dugaan kekerasan yang tak ditindak tegas, hingga ketidakjelasan pengelolaan anggaran kemahasiswaan.
Banner dan spanduk bertuliskan “FEB Butuh Perbaikan Bukan Hanya Wacana”, “FEB Krisis Hak Keadilan”, hingga “Itu Anggaran Apa Aib, Kok Ditutupin” menjadi simbol keresahan mahasiswa yang selama ini merasa tidak didengar.
Tuntutan Mahasiswa: Dari Kekerasan hingga Fasilitas Kampus
Ada tujuh poin tuntutan yang disampaikan dalam aksi ini. Di antaranya, mahasiswa meminta pembubaran organisasi yang terlibat dalam kasus kekerasan dan pelanggaran etik, disertai dengan penyelidikan terbuka oleh pihak dekanat. Mereka juga menuntut transparansi penuh dalam pengelolaan anggaran mahasiswa yang selama ini dinilai tidak jelas penggunaannya.
Selain itu, mahasiswa juga menyoroti buruknya fasilitas di Gedung F, lahan parkir yang tidak efisien, serta prosedur perizinan penggunaan fasilitas kampus yang dianggap diskriminatif.
“Ini bukan hanya soal anggaran, tapi juga soal keadilan, keamanan, dan bagaimana mahasiswa diperlakukan di lingkungan akademik,” tegas Effan dalam orasinya.
Kritik Tajam terhadap Keamanan dan Manajemen Dekanat
M. Effan Ananta menyebut bahwa agenda ini merupakan respons kolektif mahasiswa terhadap berbagai masalah yang sudah terlalu lama dibiarkan. Ia menyampaikan bahwa pihak dekanat terkesan pasif dan tidak terbuka dalam menyikapi persoalan.
“Kami menolak segala bentuk penyalahgunaan wewenang. Kami ingin kejelasan, bukan janji. Dekanat harus segera turun tangan dan buka ruang dialog yang sesungguhnya,” ujarnya.
Ia juga menyoroti sikap petugas keamanan kampus yang dinilai arogan dan tidak humanis dalam berinteraksi dengan mahasiswa.
Sekitar pukul 10.35 WIB, pimpinan fakultas menemui massa aksi untuk melakukan audiensi. Hadir dalam dialog tersebut, Dekan FEB Unila Prof. Dr. Nairobi, S.E., M.Si, Wakil Dekan I Prof. Dr. Ernie Hendrawaty, S.E., M.Si, dan Wakil Dekan III Dr. Neli Aida, S.E., M.Si.
Dalam pernyataannya, Prof. Nairobi menyayangkan aksi yang dilakukan tanpa komunikasi terlebih dahulu. Ia mengklaim bahwa selama ini pihak dekanat terbuka, namun tidak pernah didatangi BEM atau DPM kecuali saat dipanggil.
“Saya tidak pernah merasa diajak berdiskusi. Kenapa harus langsung aksi tanpa ada dialog sebelumnya?” ujar Nairobi.
Ia juga menjelaskan bahwa dana kemahasiswaan telah ditingkatkan hingga 85 persen, namun belum ada proposal yang diajukan oleh mahasiswa. Mengenai penggunaan ruang, ia menegaskan bahwa semua fasilitas dijaga dan digunakan bersama oleh civitas akademika.
Terkait masalah kekerasan, pihak dekanat menyebut bahwa sesuai peraturan kampus, penanganan kasus tidak lagi menjadi kewenangan BEM.
Aksi ini mencerminkan ketegangan yang muncul akibat kurangnya komunikasi antara mahasiswa dan pengelola fakultas. Mahasiswa berharap aksi ini bukan sekadar menjadi momentum sesaat, melainkan menjadi awal dari perbaikan sistemik di lingkungan FEB Unila.
Sementara itu, pihak dekanat menyatakan kesediaannya untuk membuka ruang diskusi lebih lanjut dengan mahasiswa, meski masih menyisakan berbagai pertanyaan terkait komitmen terhadap transparansi dan keadilan.
0Komentar